Kamis, 05 Januari 2012

Stres membuat kita lupa? atau pelupa membuat kita stres?


Saya terhenyak tidak percaya dengan realita seorang calon karyawan yang sedang psikotes, di sesi wawancara ia bercerita mengenai kekurangannya..dan yaaahh saya pikir hanya kekurangan biasa. ternyata, sangat parah!!.. ia yang bekerja sebagai teller di salah satu bank swasta mengatakan bahwa ia sering lupa mengembalikan uang nasabah, sering lupa mengucapkan terimakasih, dan terakhir menghilangkan ATM untuk mengisi uang. Oh My GOD!.... dan ketika saya interview lebih lanjut, dengan cueknya ia bercerita mengenai kasus lupanya. aduh....jadi illfeel hehehhe.

Separah apa sih lupa berpengaruh terhadap pekerjaan kita? ya iyalah, parah sekali andai ia bekerja di Bank, hm...tapi bekerja di mana saja kalau lupa juga bahaya kan?

Menjadi pelupa dapat menyebabkan kita mengalami stres, terutama kalau sampai membuat pekerjaan terhambat. Namun, jangan lupa bahwa kadang kita menjadi pelupa justru karena stres.
Ciri 2 stress:
1.Ekspresi wajah dan gerak tubuhnya menunjukkan ketegangan yang luar biasa.
2.Pelupa
3.Cemas/resah
4.Tempo suara tidak stabil
5.Kecerdasan menurun
6.Kompulsif
7.Gejala2 fisik ; sesak nafas, jantung berdebar, keringat dingin, sering buang air
8.Hubungan social jadi terganggu


Penyebab pelupa :

1. Pengalaman Traumatik
yap! pengalaman traumatik yang tidak nyaman dapat membuat kita lupa. hal ini bisa dapat disebabkan karena diri kita pada dasarnya memang tidak menyukai hal-hal yang membuat kita tidak nyaman seprti sedih, kecewa, patah hati, takut, dan lain-lain. andai kita memang menginginkannya itu sangat bagus. tetapi bagaimana apabila kita tidak sadar? dan kemudian secara tidak sadar dimasukkan ke dalam alam bawah sadar kita? wah itu yang harus di resolusi , diperbaiki agar kita tidak mudah untuk stres apalagi depresi.

2. Faktor Usia
orang yang memasuki usia tengah baya mengalami kesulitan dalam memperhatikan, belajar, dan mengingat kembali. Pada masa-masa itu sebagian besar orang mengalami proses degeneratif pada sel-sel saraf otak yang menjalankan tugas menerima–menyalurkan–menyimpan informasi atau pengetahuan. Komunikasi antarsel saraf (neuron) yang terjadi pada saat kita melakukan proses mengingat atau melakukan fungsi kognitif lain telah berkurang atau terganggu setelah seseorang memasuki usia lebih lanjut. Mengenai pengaruh faktor usia, dapat dikatakan bahwa sel-sel saraf otak memang sebagian mengalami kerusakan setelah seseorang menjadi tua. Namun, perlu kita ketahui bahwa neuron-neuron baru juga tumbuh (proses neurogenesis) sepanjang hidup kita, meski tidak sebanyak pertumbuhan pada masa kanak-kanak dan remaja. Dengan demikian, kita dapat menemukan adanya orang-orang lanjut usia yang fungsi kognitifnya tetap efektif.

3. Gangguan Emosi dan Kognisi
Selain faktor usia yang memberikan kemungkinan penurunan fungsi memori, peristiwa-peristiwa hidup yang sangat menekan yang terus ditanggapi dengan emosi negatif merupakan pemicu terjadinya penurunan fungsi kognitif Dalam keadaan stres berat dan depresi seseorang memang cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif (tidak mampu memahami sesuatu dengan baik, berpikir dengan lancar, termasuk mengingat informasi dengan baik). Bagaimana hal ini terjadi? Aaron P. Nelson dari Harvard Medical School yang aktif sebagai praktisi yang menangani masalah-masalah memori, menegaskan bahwa gangguan psikologis seperti depresi, PTSD, dan stres berat, dapat mengganggu tercapainya ingatan yang optimal. Meski demikian, bila masalah psikologis itu diatasi, fungsi ingatan akan pulih. Depresi dapat menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, berfokus pada detail, dan menyerap informasi baru. Gangguan tidur yang sering menyertai depresi jelas menyebabkan permasalahan kognitif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka panjang depresi dapat menyebabkan hilangnya neuron pada hipokampus dan amigdala, yaitu bagian otak yang sangat penting bagi ingatan. Sebuah penelitian yang diakses oleh Nelson menunjukkan bahwa wanita yang memiliki sejarah depresi yang terus-menerus memiliki hipokampus dan amigdala lebih kecil (terjadi penyusutan neuron-neuron) daripada wanita yang tidak depresi. Wanita itu memiliki performa buruk dalam tes ingatan verbal. Dalam pengalaman praktik klinik Nelson, kombinasi psikoterapi dan pengobatan terhadap depresi serta gangguan tidurnya dapat mengatasi masalah tersebut dengan baik dan mengembalikan fungsi-fungsi kognitifnya secara menyeluruh. Hal ini dimungkinkan bila keadaan depresinya tidak berkembang menjadi penyakit alzheimer (penyakit lupa yang memiliki dasar neurologis) yang memerlukan penanganan lebih khusus.

Dalam kasus PTSD, ingatan terus-menerus akan peristiwa traumatik yang terjadi telah mengganggu proses akuisisi informasi baru dan mengingat informasi yang tidak ada kaitannya dengan trauma yang dialami. Yang menjadi persoalan adalah terjadinya stres serius yang terus-menerus ini mendorong diproduksinya hormon kortisol, yang pada akhirnya merusak struktur otak yang penting bagi ingatan, yaitu pada hipokampus dan sistem limbik.

Pada kasus stres umum yang mengakibatkan gangguan memori, dapat ditegaskan bahwa reaksi terhadap streslah yang merusak. Masing-masing dari kita menghadapi stres dengan cara berbeda. Ada orang yang bekerja dalam tekanan tinggi dalam jangka waktu lama, tetapi dapat tetap terjaga fungsi memorinya, sementara orang-orang lain dalam situasi tersebut telah kewalahan. Jadi yang menjadi persoalan adalah bagaimana respon kita terhadap stres, bukan pada sumber stres (stressor).

Dalam hal ini berlaku sama seperti yang telah dijelaskan, stres yang intensif memicu pelepasan hormon kortisol yang dapat mengganggu ingatan. Jadi yang penting adalah menemukan cara memodifikasi respon terhadap stres.

Sebagian orang dapat mengatasi stres dengan aktivitas fisik seperti berolahraga. Beberapa orang lain dapat mengatasi stres dengan melakukan rileksasi atau meditasi. Sebagian lainnya melakukan pengenalan terhadap batas stres yang tidak dapat ditoleransi, dan selanjutnya secara asertif (tegas tetapi sopan) menolak tugas-tugas yang tidak dapat ditanggungnya lagi.

4. Mengelola Fungsi Memori
Selain faktor usia dan stres, masih banyak faktor yang dapat menurunkan fungsi memori. Faktor-faktor itu antara lain genetik, hormon, penyakit-penyakit yang terkait dengan penuaan, gangguan neurologis (stroke, alzheimer, dsb), kanker, efek samping beberapa jenis obat, gangguan tidur, pola makan dan gizi, alkohol, kurang olahraga, kurang stimulasi intelektual, merokok, penggunaan obat terlarang.

Untuk mencegah penurunan daya ingat atau mempertahankan daya ingat yang kuat, Nelson memberikan saran berupa kebiasaan sehat yang dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit yang dapat merusak ingatan dan menghindari penggunaan obat yang memiliki efek samping merusak ingatan. Selain itu juga beberapa strategi untuk memperkuat fungsi kognitif, termasuk memori.



pelupa yaitu:
a. Olahraga teratur.
b. Adanya bantuan dengan agenda atau asisten
c. Pinggirkan rokok.
d. Tambahkan vitamin.
e. Ikut terlibat dengan orang lain.
f. Mengonsumsi makanan sehat.
g. Atur tidur malam yang nyenyak.
h. Latihan hal-hal baru.
i. Minum alkohol tidak berlebihan.
j. Eksistensi hidup yang bermakna.
k. Mengelola stres.
l. Organisasikan pikiran Anda. Organisasikan hidup Anda.
m. Rawat dan lindungi otak secara terus-menerus.
n. Ya, Anda bisa! Pertahankan sikap yang positif. @



Tidak ada komentar: